Majalah Bacaan Siswa (BASIS) SMAN Kalisat edisi 5 Januari 2005, selain menyuguhkan cerita seru tentang perjalanan Lebah menaklukkan Kawah Ijen—yang mungkin lebih berbahaya daripada PR Matematika—juga punya kolom cerpen. Tapi jangan salah sangka, kolom cerpen ini bukan tempat siswa mengasah kemampuan menulis atau imajinasi mereka. Bukan juga ajang pamer bakat sastra ala Shakespeare remaja. Nyatanya, kolom ini adalah markas curhat tersembunyi, alias "tempat pembalasan dendam literasi". Di sini, hati yang tersakiti bisa menumpahkan amarahnya tanpa harus melibatkan jurus karate ataupun drama sinetron.
Tika adalah gadis cantik di sekolah kami. Wajahnya mirip Anjeli di film Kuch Kuch Ho Ta Hai, minus soundtrack Bollywood yang dramatis. Dia adalah pasangan sehidup-semati Bokir, siswa terkenal bandel yang gayanya lebih keren daripada artis FTV. Entah bagaimana caranya Tika bisa jatuh hati pada Bokir. Mungkin karena Bokir cukup populer di sekolah, punya banyak teman, dan tongkrongannya oke banget—mirip cowok iklan minuman energi. Mereka pacaran sejak kelas 1 SMA, alias hampir dua tahun lamanya. Bayangkan, dua tahun! Itu lebih lama dari pada masa jabatan ketua OSIS, lho!
Namun, seperti sabun mandi yang habis di tengah bulan, cinta mereka akhirnya kandas juga. Penyebabnya?
Risan adalah tipe cowok yang tidak pernah puas dengan satu wanita saja. Baginya, cinta itu seperti SMS gratis—kalau bisa dapet lebih dari satu, kenapa nggak? Saat itu, Risan baru putus dengan Mala (mantannya yang ke-tidak-tau-berapa), dan dia langsung menjadikan status lajangnya sebagai peluang emas untuk mendekati Tika. Strategi Risan? Jangan tanya. Cowok ini lebih licin daripada ikan lele goreng basah. Dalam waktu singkat, Tika pun jatuh ke pelukannya. Bokir murka, tapi apa daya? Para lebah akan agresif jika satu temannya terancam, tapi dalam kasus ini, Risan justru lebih mirip predator.
Namun, cinta Risan tak bertahan lama. Seperti baterai handphone murahan, hubungan mereka hanya kuat selama sembilan belas hari. Setelah itu, Risan kembali ke pelukan Mala, meninggalkan Tika dengan hati yang hancur lebur. Ya, semudah itulah Risan mempermainkan cinta. Baginya, pacaran mungkin cuma hobi, kayak koleksi kartu remi, main sebentar, bosan, lalu ganti dengan yang baru.
Setelah dikhianati oleh Risan, Tika akhirnya balikan lagi sama Bokir. Tapi, meski sudah kembali ke pelukan mantan, dendamnya tetap membara. Dia ingin balas dendam, tapi bukan dengan cara nge-prank atau bikin meme receh lewat SMS Hp. Tika memilih cara yang lebih elegan, lebih licik, dan lebih… literary. Dia menulis cerpen berjudul “Cinta Sembilan Belas Hari” di majalah BASIS edisi 5 Januari 2005.
Isi cerpennya? Tentu saja tentang Risan, si Fu**boy abadi sekolah. Tanpa menyebut nama, ceritanya begitu detil dan jelas bahwa semua orang langsung tahu siapa yang dimaksud. Efeknya? Luar biasa. Sejak saat itu, cukup bilang “Cinta Sembilan Belas Hari” di depan Risan, dan wajahnya langsung merah padam seperti cabe rawit. Bahkan setelah puluhan tahun berlalu, nama Risan tetap melekat sebagai simbol pengkhianat cinta.
Jadi, apa pelajaran dari kisah ini? Pertama, kalau kamu cowok, jangan jadi Risan. Nggak ada yang suka cowok yang cuma pakai cinta buat nambah daftar prestasi kayak pengumpulan stiker undian. Kedua, kalau kamu cewek, jangan buru-buru jatuh cinta sama cowok yang kelihatannya keren tapi ternyata cuma topeng. Ketiga, kalau kamu mau balas dendam, tulis aja cerpen. Lebih efektif daripada nyerang pakai kata-kata kasar atau bikin drama di media sosial.
Dan yang terakhir, ingatlah: cinta itu bukan soal berapa lama kamu pacaran, tapi soal bagaimana kamu menjalaninya. Kalau cuma sembilan belas hari, ya udahlah. Toh, cinta yang beneran nggak diukur dari durasi, tapi dari ketulusan.