Lebah punya sejarah panjang dalam urusan cinta di sekolah. Big Three dari kami adalah mereka yang sukses memikat gadis-gadis tercantik, baik di dalam maupun di luar sekolah. Sementara kami yang lain hanya menjadi penonton, atau sekadar penghibur di tongkrongan. Salah satunya adalah Purnomo, teman yang suka makan dan punya kebiasaan unik—garuk-garuk punggung. Kami sudah bersahabat sejak SMA. Dia bukan yang paling mencolok di antara teman-teman, tak sehebat teman "Lebah" lainnya dalam urusan cinta. Nilai akademisnya lumayan, tapi sayangnya, dia tak pernah sekelas dengan geng kami. Di kelas tiga, bahkan, dia ditempatkan di Pegasus kelas IPA 1, sementara mayoritas kami di Athena IPA 2.
Kelebihan Purnomo sederhana: membuat kami tertawa. Dia suka bercanda, dan tak pernah marah saat dibully. Setiap ada acara ulang tahun sweet seventeen, kami selalu memilihnya untuk memberikan kesan dan pesan dari teman-teman pria. Melihatnya gugup dan salah tingkah di depan perempuan adalah hiburan bagi kami semua. Purnomo selalu demam panggung, terutama jika harus berbicara di hadapan perempuan. Acara ulang tahun itu jadi ajang kami untuk meledek dan menertawakan dia habis-habisan. Setiap undangan ulang tahun adalah momen prestisius bagi teman-teman sekolah. Hanya yang populer dan terpilih yang mendapat undangan itu, jadi semua orang berdandan dan berpakaian rapi.
Ketika acara kesan dan pesan dimulai, serempak kami akan meneriakkan, “Purnomo!” Dan saat itu pula wajahnya langsung berubah merah, salah tingkah, dengan gerak-gerik yang blibet ketika berbicara. Kami menyorakinya sambil tertawa. Di ulang tahun itu, semua biasanya membawa pasangan masing-masing. Di antara kami, hanya Purnomo yang selalu sendiri. Selama tiga tahun SMA, kami tak pernah melihatnya dekat dengan seorang gadis mana pun, meski ada rumor dia sempat pacaran di kelas tiga. Sayangnya, hubungannya hanya bertahan dua minggu.
Setelah lulus SMA, kami semua berpisah, menjalani jalan masing-masing—kuliah, bekerja, mengejar mimpi. Aku tak pernah mendengar kabar tentang Purnomo, yang aku tahu dia sangat ingin jadi tentara. Dia ikut tes berkali-kali, gagal, namun akhirnya berhasil. Satu kali, aku berpapasan dengannya di dalam bis. Ada rumor yang bilang Purnomo sekarang jadi playboy, lebih tampan, berbadan sixpack, dan punya banyak pacar. Katanya, semua gadis cantik SMA yang dulu diperebutkan kini jatuh di tangannya. Bagiku itu sulit dipercaya, karena Purnomo tampak tak jauh berbeda dari yang kukenal dulu, meski memang dia terlihat lebih kurus.
"Garukkan punggungku, dong," katanya tiba-tiba, kalimat yang selalu membuat kami tertawa. Saat itulah aku tahu dia masih Purnomo yang dulu.
Setelah kuliah, aku bekerja sebagai dosen dan ditunjuk sebagai bagian IT untuk Uji Kompetensi Nasional di CBT Center Fakultas. Saat pemeriksaan tanda pengenal mahasiswa, aku bertemu dengan seorang peserta yang wajahnya terlihat familiar. Berjilbab, dengan paras cantik. Awalnya, aku tak terlalu peduli, tetapi lama-lama rasanya seperti mengenalinya. Tiba-tiba saja aku bertanya, “Imah, ya?”
Sambil tersenyum, dia menjawab, “Iya, aku Imah.”
Dia bilang sudah melihatku sejak registrasi, tapi ragu untuk menyapa. Imah adalah salah satu gadis tercantik di SMA kami, bahkan Big Three cowok terganteng pun tak berani mendekatinya, apalagi mengajaknya pacaran dan saat ini dia telah berhijab mungkin inilah alasan aku sulit untuk mengenalinya. Dulu rambut lurusnya seperti gadis di iklan shampoo Suns*lk tahun 2000-an, dan karena itulah dia punya julukan khusus di kalangan teman-teman.
“Iya,” jawabnya.
Kami bicara sedikit soal kabar teman-teman, dan dia bilang masih kontak dengan beberapa orang. Aku penasaran, siapa kira-kira teman yang masih menjalin komunikasi dengannya, terutama cowok. Biasanya, kabar soal hubungan asmara teman sekolah akan cepat tersebar lewat gosip, tapi kali ini aku belum pernah dengar apa pun tentang Imah dan laki-laki mana pun. Rasa ingin tahuku pun mendorongku untuk bertanya,
“Siapa?”
Dengan tersipu, Imah menjawab pelan,
“Purnomo.”