My Father |
“Ada
seseorang yang hidup serba kekurangan tapi sukses mendidik anak-anaknya, ada
seseorang yang hidup berkecukupan tapi gagal mendidik anak-anaknya, apa yang
membedakan? Tanggung jawab” (KH Hasyim Muzadi)
Kalimat penuh makna itu
saya ambil dari Almarhum KH Hasyim Muzadi mantan ketua PBNU 1999-2010,
pertanyaannya tanggung jawab apa yang diperlukan oleh orang tua terhadap
anaknya? Pertanyaan ini tarlintas kuat dibenakku dan terjawab oleh ketiga orang
yang telah memberikan panutan yang mungkin bisa kita ambil manfaatnya, ketiga
orang tersebut yaitu Ra’is, Rasyid dan Daliman, orang yang aku ketahui riwayat
hidupnya dari orang terdekat yang bercerita kepadaku. Mereka memiliki kemampuan
mendidik anak yang luar biasa bagiku ditengah keterbatasan dan ketidak mampuan
yang ada saat itu. Inilah makna tanggung jawab yang dimiliki mereka
Keras/Tegas, Disiplin dan Ikhlas pada Allah SWT.
Ra’is hanyalah seorang
tukang sayang (pembuat alat-alat dapur dari aluminium) yang memiliki kerja
sampingan sebagai tukang gali sumur, hidupnya pas-pasan dengan lima orang anak,
dia mendidik anaknya dengan keras/tegas dan disiplin mengharuskan anak-anaknya
untuk sholat lima waktu, wajib sholat malam jam 3 pagi sampai sholat subuh dan
tidak boleh tidur, jeda magrib sampai Isya wajib membaca Al-Quran dan tidak
diperbolahkan makan kalau belum selesai membaca Quran, Ra’is juga begitu ikhlas
membatu sesama dan tak segan untuk mengangkat saudara dan ponakannya untuk
tinggal bersama dan menanggung kebutuhan hidup dan pendidikannya, dia juga rela
menghibahkan tanahnya hanya untuk saudara yang tidak mampu, sampai akhir
khayatnya dia hidup dalam keadaan miskin tapi dengan kelima anak yang sukses
dengan tidak pernah meninggalkan sholat dan membaca Alquran, sering aku melihat
anaknya mengaji sambil duduk menuggu pembeli di toko klontong miliknya Mak Wak
aku menyebutnya, usianya 83 tahun tapi penglihatan dan daya ingatnya luar
biasa.
Rasyid perantauan asli
madura yang bekerja sebagai kondektur Bus Damri, nasib lebih baik dari Ra’is
karena memiliki pendapatan tetap dan hidup dengan tujuh orang anak, keras/tegas
dan disiplin menjadi pilihannya dalam mendidik anak-anaknya terutama dalam
urusan agama sama seperti Ra’is, setiap keputusannya harus diikuti, pernah di
tahun 70an si bungsu anaknya mendapatkan beasiswa ke Prancis dengan berbagai
pertimbangan Rasyid tidak mengijinkan anaknya untuk berangkat, dia tidak
segan-segan menjodohkan anak yang menurutnya pantas untuk menjadi jodohnya dan
anaknya pun patuh padanya, ikhlas membantu pada sesama hampir gajinya habis
untuk kepentingan orang lain dan bukan kepentingan dirinya, diakhir hayatnya
hidup sederhana dengan ketujuh anak yang sukses, tak meninggalkan sholat dan
mengaji serta dijauhakan dari masalah-masalah yang ada didunia.
Daliman orang desa yang
merantau untuk menagani wabah disuatu daerah tanpa berfikir study yang
dijalaninya, memiliki 11 orang anak dengan 10 laki-laki, apa yang dikatakan
putra bungsunya ketika aku bertanya cara mendidiknya? Keras/tegas dan disiplin,
itu jawabnya dan juga tak lepas dari sholat, dia juga bekerja sebagai mantri
kesehatan didesa satu-satunya dan ikhlas membantu orang lain disekitarnya, di
akhir hanyatnya pun dia tetap hidup sederhana dengan 11 orang anak yang sukses.
Itulah tanggung jawab,
tanggung jawab seorang ayah terhadap anaknya yang senantiasa mengupayakan untuk
sukses dunia dan akhirat yang akhir-akhir ini kita banyak kehilangan tauladan
dan menganggap sikap keras/tegas, kedisiplinan dan keikhlasan menjadi barang
langka untuk ditemui, sholat dan mengaji hanya sebatas pelepas tanggung jawab
atau bahkan tidak dihiraukan, kita lebih percaya logika tapi kita lupa Allah
SWT sang pemilik logika, kita percaya usaha tapi kita lupa Allah SWT pemilik
usaha tersebut, kita lebih percaya kasih sayang namun bukan berarti marah tidak
dianjurkan ketika anak berbuat salah, karena memanjakan dekat dengan
mejerumuskan.
Jika anda merasa sukses
sekarang? Ingatlah apa yang orang tua anda lakukan sebelum anda sukses?
Semoga bermanfaat bagi
kita semua, amin